
Luka yang kian parah itu membuat masalah kita.
Berpengaruh dalam tingkah laku serta kebiasaan kita. Lantaran dilandasi
keimanan yang teguh. Banyak orang yang beruntung melewati ujian dari sepotong
hati yang terluka dalam kebimbangan. Namun juga tak sedikit yang berputus asa.
Dan akhirnya masuk dalam jurang kesengsaraan. Karena telah terjebak dalam jalan
setan.
Banyak orang yang bersusah payah untuk mencari
kebahagiaan. Mereka mencari disana-sini. Mencari di berbagai tempat. Tapi
banyak dari mereka yang gagal. Mereka mencari kebahagiaan yang ada di luar
dirinya. Ukuran kebahagiaan itu mereka artikan dengan berbagai kesenangan
duniawi. Jabatan, status, harta, dan berbagai kesenangan duniawi yang
memabukkan. Yang tak pernah ada habisnya. Setelah itu mereka kembali pada
kesibukan mereka masing-masing. Mereka kembali merasakan keletihan yang
menyelimuti hati. Seperti lubang hitam yang menyelimuti kehidupan mereka.
Akhirnya mereka kembali terjebak dalam suramnya kehidupan. Dan begitu
seterusnya.
Sebenarnya apa yang kita cari dalam hidup ini?
Bukankah kesenangan duniawi itu begitu semu? jika ia dikejar, maka takkan ada
habisnya. Hanya akan merusak ketenangan jiwa. Apakah kita tidak letih mencari
jawaban ini? Bukankah sebenarnya jawaban itu sudah gamblang dan jelas
terpampang? Ya. Kita telah terjebak dengan pencarian kebahagiaan ini. Mengapa
kita tidak mencoba bertanya pada hati kita? Apa yang bisa kita lakukan untuk
membuat hati kita menjadi tenang dan tentram kembali? Bukankah sumber
kebahagiaan itu asalnya dari hati? Lalu bagaimanakah caranya agar hati ini
kembali berseri seperti sedia kala? Tanyakan itu semua kembali pada diri kita.
Mampukan kita memilih untuk diri kita sendiri? Karena hanya orang yang
mandirilah yang mampu memilih.
Sebagaimana kata Salim A. Fillah dalam bukunya “Jalan Cinta Para
Pejuang” . meniti jalan menuju keridhaan Allah ada isyarat kemandirian
dalam pilihan-pilihan itu. Hanya ia yang mandirilah yang bisa memilih.
Setidaknya kita harus memiliki dan merasa memiliki pilihan kita sendiri. Sebab
jika tidak, pilihan yang dikendalikan pihak lain atau kekuatan lain, akan
memperburuk keadaan. Memperpurukkan kita pada kesulitan-kesulitan yang tak
berkesudahan. Mengapa? Karena tak ada rasa memiliki pada pilihan sendiri. Kita
jadi terseret arus. Terbawa gelombang. Dan kita tak mampu melawan. Hingga kita
tersempyak-sempyak ke batu karang. Karena kita selalu tak siap menghadapi hal
baru.
Pilihan yang kita pilih menentukan kebahagian
yang kita raih. Jika kita percaya bahwa berada di jalan-Nya adalah suatu
kebenaran. Dan kita bersungguh-sungguh dalam mengejarnya. Maka kebahagiaan itu
akan dapat kita peroleh. Bahkan tidak hanya di dunia saja, melainkan di
kehidupan yang sesudahnya pula. Jika kita mengejar akhirat, mka dunia akan
mengikuti. Yang perlu ditanyakan adalah, sudah benarkah jalan hidup kita?
Apakah yang kita pilih sekarang akan bertahan lama dan membawa kebahagiaan bagi kita? Ataukah akan
luruh karena jalan yang kita tempuh salah, karena tidak sesuai dengan syariat
yang benar?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar