Selasa, 18 September 2012

Sudah benarkah pilihan hidup kita?


“Yaa muqollibal qulub tsabit qolbi ‘ala diinik (Wahai Dzat yang membolak balikkan hati, tetapkanlah hati ini diatas agama-Mu)”. Doa ketetapan hati ini senantiasa kita ingat tatkala hati kita sedang bimbang. Kebimbangan yang senantiasa mengintai kehidupan kita. Persoalan hidup yang seringkali menorehkan luka. Torehan luka itu kian bertambah dan bertambah dan akan terus merusak kita tatkala belum ditemukan obatnya.

Luka yang kian parah itu membuat masalah kita. Berpengaruh dalam tingkah laku serta kebiasaan kita. Lantaran dilandasi keimanan yang teguh. Banyak orang yang beruntung melewati ujian dari sepotong hati yang terluka dalam kebimbangan. Namun juga tak sedikit yang berputus asa. Dan akhirnya masuk dalam jurang kesengsaraan. Karena telah terjebak dalam jalan setan.

Banyak orang yang bersusah payah untuk mencari kebahagiaan. Mereka mencari disana-sini. Mencari di berbagai tempat. Tapi banyak dari mereka yang gagal. Mereka mencari kebahagiaan yang ada di luar dirinya. Ukuran kebahagiaan itu mereka artikan dengan berbagai kesenangan duniawi. Jabatan, status, harta, dan berbagai kesenangan duniawi yang memabukkan. Yang tak pernah ada habisnya. Setelah itu mereka kembali pada kesibukan mereka masing-masing. Mereka kembali merasakan keletihan yang menyelimuti hati. Seperti lubang hitam yang menyelimuti kehidupan mereka. Akhirnya mereka kembali terjebak dalam suramnya kehidupan. Dan begitu seterusnya.

Sebenarnya apa yang kita cari dalam hidup ini? Bukankah kesenangan duniawi itu begitu semu? jika ia dikejar, maka takkan ada habisnya. Hanya akan merusak ketenangan jiwa. Apakah kita tidak letih mencari jawaban ini? Bukankah sebenarnya jawaban itu sudah gamblang dan jelas terpampang? Ya. Kita telah terjebak dengan pencarian kebahagiaan ini. Mengapa kita tidak mencoba bertanya pada hati kita? Apa yang bisa kita lakukan untuk membuat hati kita menjadi tenang dan tentram kembali? Bukankah sumber kebahagiaan itu asalnya dari hati? Lalu bagaimanakah caranya agar hati ini kembali berseri seperti sedia kala? Tanyakan itu semua kembali pada diri kita. Mampukan kita memilih untuk diri kita sendiri? Karena hanya orang yang mandirilah yang mampu memilih.

Sebagaimana kata Salim A. Fillah dalam bukunya “Jalan Cinta Para Pejuang” . meniti jalan menuju keridhaan Allah ada isyarat kemandirian dalam pilihan-pilihan itu. Hanya ia yang mandirilah yang bisa memilih. Setidaknya kita harus memiliki dan merasa memiliki pilihan kita sendiri. Sebab jika tidak, pilihan yang dikendalikan pihak lain atau kekuatan lain, akan memperburuk keadaan. Memperpurukkan kita pada kesulitan-kesulitan yang tak berkesudahan. Mengapa? Karena tak ada rasa memiliki pada pilihan sendiri. Kita jadi terseret arus. Terbawa gelombang. Dan kita tak mampu melawan. Hingga kita tersempyak-sempyak ke batu karang. Karena kita selalu tak siap menghadapi hal baru.

Pilihan yang kita pilih menentukan kebahagian yang kita raih. Jika kita percaya bahwa berada di jalan-Nya adalah suatu kebenaran. Dan kita bersungguh-sungguh dalam mengejarnya. Maka kebahagiaan itu akan dapat kita peroleh. Bahkan tidak hanya di dunia saja, melainkan di kehidupan yang sesudahnya pula. Jika kita mengejar akhirat, mka dunia akan mengikuti. Yang perlu ditanyakan adalah, sudah benarkah jalan hidup kita? Apakah yang kita pilih sekarang akan bertahan lama dan  membawa kebahagiaan bagi kita? Ataukah akan luruh karena jalan yang kita tempuh salah, karena tidak sesuai dengan syariat yang benar?




Tidak ada komentar:

Free Blogger Templates